Indonesia adalah salah satu Negara dengan keberagaman budaya
dan bahasa yang sangat kaya di dunia ini. Negara kita tercinta ini memiliki
sebanyak 726 bahasa daerah dan 1340 suku bangsa yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Untuk itulah tidak heran jika Bangsa ini memiliki kekayaan budaya yang luar biasa banyaknnya. Semua ini adalah anugerah dari Tuhan YME yang sudah seharusnya
kita jaga bersama.
Parade Reyog Ponorogo |
Salah satu kesenian asli Indonesia yang sempat diklaim oleh
Negara tetangga yaitu Reog Ponorogo. Reog Ponorogo adalah kesenian tari daerah
Ponorogo yang terdiri dari 30 sampail 40 personel, antara lain adalah dadak
merak, warok, bujang ganong, Kelanasewandana, Sanggalangit, dan pasukan jathil.
Meski pada beberapa daerah ada yang juga menggunakan nama Reog sebagai tarian
daerah mereka, namun Reog Ponorogo ini berbeda dengan tarian-tarian daerah lain
yang juga menggunakan nama yang sama.
Salah satu usaha pemerintah Ponorogo untuk menjaga dan
melestarikan kesenian budaya ini adalah dengan menjadikan kesenian daerah ini
sebagai ekstrakulikuler pada mayoritas lembaga pendidikan di Ponorogo. Baik
SMP, SMA atau perguruan tinggi, bahkan sebagian pondok pesantren di Ponorogo
juga menjadikan kesenian Reog sebagai ekstrakulikulernya.
Jathilan |
Usaha lain yang dilakukan pemerintah Ponorogo adalah dengan
mengadakan event khusus yang mengangkat kebudayaan Reog ponorogo. Setiap satu
tahun sekali di Ponorogo diadakan festival reog, tujuan festival ini selain
untuk menjaga dan melestarikan kesenian Reog Ponorogo, juga untuk menyambut
peringatan tanggal satu suro. Event ini sering disebut dengan perayaan Grebeg
Suro. Suro adalah nama bulan dalam penanggalan
Jawa dan bertepatan dengan tanggal satu Muharram dalam tahun Islam.
Festival ini diikuti oleh berbagai grup Reog Ponorogo yang datang dari berbagai
daerah di Indonesia.
Setiap kali diadakan acara Grebeg Suro, kota Ponorogo akan kebanjiran
tamu lebih banyak dari biasanya. Masyarakat yang datang dari berbagai penjuru
luar kota Ponorogo berniat menyaksikan acara besar ini. Puncak dari rangkaian
acara Grebeg Suro ini adalah kirab pusaka yang menampilkan berbagai macam adat
dan tradisi masyarakat Ponorogo, dan disusul dengan pementasan seni pada malam
harinya.
Jika sudah datang malam satu suro, jalanan menuju alun-alun
kota Ponorogo akan ditutup, sehingga untuk menuju alun-alun kota Ponorogo harus
ditempuh dengan berjalan kaki sejauh kira-kira 4 km. Budaya semacam ini
merupakan tradisi nenek moyang masyarakat Ponorogo yang masih dilestarikan
hingga saat ini. Untuk memperingati malam satu Suro masyarakat Ponorogo saat
itu melakukan lek-lekan, yaitu begadang dan tidak tidur semalaman untuk sekedar
berjalan-jalan mengelilingi kota
Ponorogo.
Aksi Bujangganong |
Kesenian Reog Ponorogo yang telah turun temurun dan masih
tetap eksis hingga saat ini, bahkan banyak dilirik para turis asing ini tidak
luput dari kisah sejarah yang panjang. Banyak versi menceritakan tentang asal
usul Reog Ponorogo yang sudah melanglang buana hingga ke mancaneraga ini.
Sejarah yang paling tersohor adalah kisah ratu Dewi
Sanggalangit dan Kelanasewandana. Jadi, pada masa itu di suatu kerajaan di kota
Kediri ada seorang putri yang sangat cantik yang bernama Sanggalangit, kedua
orang tua putri sangat merindukan kehadiran seorang cucu, namun sayangnya ia
belum ingin menikah dan memiiliki suami. Karena permintaan kedua orang tuanya
yang memaksa, akhirnya sang putri bersedia untuk menikah dengan mengajukan
persyaratan. Ia akan menikah dengan seseorang yang mampu menghadirkan
persembahan tontonan atau keramaian yang belum ada sebelumnya, nantinya tarian
itu akan dijadikan sebagai pertunjukan dalam pesta pernikahannya. Sang Putri
juga mensyaratkan di dalam pertunjukan itu harus menghadirkan binatang
berkepala dua dan seratus empat puluh kuda kembar.
Parade Reyog Ponorogo |
Ayah sang putripun mengadakan sayembara untuk mempersunting
putrinya. Ternyata syarat yang diajukan sang putri membuat ciut hati para
lelaki yang tadinya hendak meminang sang putri, namun ternyata ada dua orang
yang masih ingin mendapatkan sang putri dan berusaha memenuhi persyaratan yang
diajukan olehnya. Dua orang itu adalah Raja Singabarong dari kerajaan Lodaya
dan Raja Kelanasewandana dari kerajaan Bantarangin. Raja Singabarong ini
merupakan manusia berkepala singa yang memiliki burung merak yang selalu
bertengger di pundaknya untuk membersihkan kutu-kutu yang ada di kepalanya.
Dua raja inipun bersaing untuk mendapatkan sang putri, namun
ternyata si Raja Singabarang mencoba untuk berbuat curang dengan berusaha
mengambil usaha yang telah dilakukan Raja Kelanasewandana. Pertarungan antara
dua kerajaan inipun tak dapat terelakkan, dan akhirnya kerajaan Raja
Kelanasewandana lah yang merebut kemenangan. Raja Kelanasewandana mengutuk Raja
Singabarang yang berbentuk seperti binatang berkepala dua dan menghadiahkan
kepada putri Sanggalangit sebagai persyaratan untuk mempersuntingnya. Lengkap
sudah persyaratan yang putri Sanggalangit ajukan, merekapun menikah dengan
pertunjukan Reog sebagai pengiring perhelatan pernikahan mereka.
Sejarah di atas sudah berbau mitos, Ki Ageng Mirah, seorang
pendamping Raja Batara Katonglah yang membuat legenda seperti di atas, karena
pada saat itu tradisi kesenian Reog telah dilestarikan secara turun temurun
hingga sampai pada masyarakat luas. Ada versi lain dari sejarah yang
menyebutkan bahwa asal usul Reog Ponorogo ini adalah sebagai sindiran untuk
raja Brawijaya.
Raja Brawijaya adalah raja Majapahit yang berkuasa saat itu
yang belum melaksanakan tugasnya dengan tertib karena dipengaruhi oleh istrinya
yang berasal dari China, yaitu ratu Cempa. Reog adalah penggambaran raja
Brawijaya yang tunduk patuh terhadap ratu Cempa. Pada dadak merak, kepala singa
yang berada dibawah burung merak menggambarkan raja Brawijaya yang tunduk patuh
pada perintah dan perturan ratu Cempa yang digambarkan sebagai merak.
Mengapa masyarakat saat itu harus menggunakan simbol untuk
mengkritisi kepemimpinan Raja Brawijaya? Karena menurut karakter orang Jawa tidak
etis bahkan akan mati konyol jika mengkritisi kepemimpinan Raja secara langsung
tanpa tanpa menggunakan simbol atau sebagainya. Itulah beberapa versi sejarah
asal usul kesenian Reog Ponorogo, namun penulis lebih yakin dengan versi kedua
karena kisah tersebut cenderung lebih logis.
Begitu kayanya kebudayaan Indonesia tercinta ini, maka
sebagai masyarakat Indonesia yang sadar akan kekayaan dan aset Negara, kita
harus selalu berusaha menjaga dan melestarikan aset kebudayaan Negara kita
tersebut dengan menanamkan kecintaan kepada alam Indonesia dan segala macam
kebudayaan yang ada di dalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar